Orang pernah memberi "Al kecil" berbagai sebutan, mulai dari sebutan "terbelakang. membingungkan, dan menyusahkan", sampai sebutan "pintar, nakal, dan ingin tahu". Karena ia sangat lemah ketika dilahirkan, dengan kepala yang ukurannya tidak normal, orang merasa cemas bila nantinya ia cacat. Namun ibunya, Nancy Elliot, seorang penganut Kristen Presbiterian yang taat, tidak pernah putus asa dan selalu berdoa untuk anak ketujuhnya ini.
Si ibu tidak membutuhkan waktu lama untuk tahu ada sesuatu yang tidak beres dengan otak Al. Seharusnya, ia seorang anak yang pintar dan selalu ingin tahu dengan mengajukan pertanyaan tanpa henti tentang segala hal. Pada suatu hari, keluarganya terkejut ketika sadar bahwa Al telah hilang selama berjam-jam. Setelah mencari dengan perasaan tegang dan khawatir, mereka menemukan Al di gudang. Ia duduk tenang di atas "sarang" jerami buatannya sendiri di dalam kardus. Ia mencoba menetaskan telur. Dalam hati ia bertanya-tanya, "jika ayam dan angsa bisa, kenapa aku tidak?"
Eksperimen lainnya memiliki konsekuensi yang serius. Eksperimen ini menyebabkan para tetangga menamakan Al "si pembuat masalah". Pada usia enam tahun, ia ingin belajar banyak tentang api sehingga ia memilih gudang ayahnya sebagai tempat yang bagus untuk memulai. Tanpa diduga-duga, hari itu angin bertiup sangat kencang sehingga dengan cepat api kecil Al berubah menjadi jilatan api besar yang tidak terkendali. Ia nyaris tak dapat keluar hidup-hidup, dan gudang itupun nyaris terbakar. namun pelajaran itu tidak menghentikan proses "pencarian" oleh anak yang selalu ingin tahu ini. Ia tahu bahwa udara akan menggembungkan balon dan beranggapan bahwa ia dapat melakukan hal yang sama terhadap manusia. Jadi ia memberi beberapa dosis bubuk Seidlitz (obat pencuci perut ringan) kepada seorang temannya, dengan harapan bubuk itu akan menghasilkan cukup udara untuk membuat temannya melayang. Namun yang terjadi tidak seperti itu. Temannya menjadi sakit. Dari situ Al belajar bahwa bubuk Seidlitz tidak dapat membuat orang terbang. Kejadian ini membuat "peneliti" berusia sepuluh tahun ini menjadi semakin "panas".
Karena senang belajar dari pengalaman, Al merasa bosan dengan aktivitas rutin di kelas. Ia sering mencorat-coret dan berkhayal. Setelah tiga bulan bersekolah, ia pulang sambil menangis. Ia mengadu pada ibunya bahwa secara tak sengaja bahwa ia mendengar perkataan gurunya, bahwa otaknya membingungkan dan sia-sia saja ia bersekolah. Akan tetapi, si ibu mengetahui jalan keluar yang lebih baik. Keesokan harinya, ia menemani Al ke sekolah. Ia membela kecerdasan Al dengan gigih dan mengemukakan pendapatnya tentang guru dan sekolah itu dengan jelas dan tanpa basa-basi. Setelah peristiwa yang memprihatinkan itu, ibu menyadari potensi Al dari imajinasi anaknya yang tinggi dan secara khusus menyekolahkan Al di rumah.
Ibu Al melihat buku sebagai saran terbaik untuk memancing keingintahuan anaknya yang sangat besar, dan ia menanamkan rasa cinta akan belajar di dalam benak anaknya. Al tidak pintar matematika atau mengeja kata, namun ia sangat gemar membaca. Sebuah buku hadiah dari ibu telah membantunya untuk lebih mencintai ilmu alam.
Bertahun-tahun kemudian, Al berkata mengenang, "aku selalu ceroboh sehingga tanpa ibu yang jalan pikirannya berbeda, aku pasti sudah hancur. Kelembutan, kebaikan, dan kesabaran ibu adalah kekuatan besar yang menjagaku untuk tetap berada pada jalur yang semestinya."
Saat remaja, Al menjadi wirausahawan dengan berjualan permen, mengolah, dan menerbitkan surat kabarnya sendiri untuk membantu pembiayaan eksperimennya. Tidak seorangpun mau membeli paten pertamanya, yang berupa mesin voting elektronik. Penemuan penting pertama Al, yakni mesin penghitung stok barang model terbaru, terjual senilai $40.000. Penemuannya yang lain adalah kinescope, yakni kamera untuk memotret gambar hidup, membukakan jalannya menuju industri film. Meskipun ia hampir tulisejak usia dua belas tahun, namun penemuan favoritnya adalah piringan hitam.
Sang ibu, Nancy Elliot Edison, meninggal sebelum Al meraih puncak kesuksesan. Ia tidak begitu menyadari bahwa dengan diarahkannya si putra untuk mencari solusi masalah, umat manusia dibawa ke jenjang teknologi yang baru setelah dikeluarkannya seribu paten lebih atas nama anaknya. Thomas Alva Edison, yang lebih dikenal sebagai pencipta bola lampu pijar, tidak pernah melupakan sumbangsih ibunya dalam banyak prestasinya. Ia berkata,"boleh dibilang ibu lah yang membentukku. Ia mengerti aku dan membiarkanku mengikuti kata hatiku. Ia meninggalkan pengaruh yang abadi dalam hidupku".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar